LPM BHANU TIRTA

Tuesday, 1 July 2025

BEM UNU Blitar Adakan Sekolah Legislasi, Tepat atau Cacat?

 Sambutan Presiden BEM UNU Blitar, Sekolah Legislasi 29/06/2025

Persma Bhanu Tirta - Beberapa bulan yang lalu Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar melantik Presiden dan Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) serta lembaga mahasiswa lainnya. Keputusan ini menjadi langka konkret dalam mewujudkan lingkungan akademik yang lebih produktif dan progresif.

 

Sebelum membahas lebih jauh, kiranya kita perlu memahami apa fungsi serta tugas dari BEM dan DPM dalam sebuah perguruan tinggi. Apakah sudah merepresentasikan tugas lembaga eksekutif dan legislatif pada sebuah negara demokrasi? Lantas tepat atau cacat keputusan BEM UNU Blitar dalam menyelenggarakan sekolah legislasi?

 

Apa itu BEM dan DPM?


Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Adalah organisasi intra kampus yang berperan sebagai lembaga eksekutif mahasiswa di tingkat universitas atau institut. Jika dianalogikan dalam sebuah negara, fungsi BEM sama dengan Presiden dan jajaran Menteri, jadi tugas BEM adalah membuat program kerja sesuai kebutuhan mahasiswa dan bertanggung jawab untuk menindaklanjuti kebijakan yang telah disusun oleh DPM.

 

Sedangkan, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) ialah organisasi kemahasiswaan yang bertindak sebagai badan legislatif di tingkat fakultas atau universitas. Dalam sebuah negara fungsi dari DPM sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tugas dari DPM yaitu membuat undang-undang, menyusun anggaran, serta pengawasan terhadap kinerja lembaga lainnya.

 

Dalam trias politika, kedudukan BEM sejajar dengan DPM, sama hal nya dalam sebuah negara demokrasi, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, dalam konteks ini kedaulatan tertinggi berada di tangan mahasiswa.

 

BEM UNU Blitar Adakan Sekolah Legislasi, Tepat atau Cacat?


Minggu, 29 Juni 2025 kemarin. BEM UNU Blitar mengadakan sekolah legislasi. Jika kita melihat penjelasan pada sub judul sebelumnya, apakah hal tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga eksekutif yang sejajar dengan legislatif?

 

Terkesan tidak tepat bahkan cacat, apabila penyelenggaraan sekolah legislasi direalisasikan oleh BEM. Hal tersebut menjadi tanda tanya besar apakah mahasiswa UNU Blitar sudah memahami tugas-tugas dari setiap lembaga yang ada di pilar demokrasi?

 

Sepertinya, jika kita telisik lebih jauh, sekolah legislasi lebih tepat jika diselenggarakan oleh DPM, selain karena memang lembaga legislatif, kegiatan tersebut adalah bekal awal bagi anggotanya untuk memahami peran dari legislatif. Sekolah legislasi juga merupakan langkah awal untuk membentuk anggota DPM yang lebih kompeten.

 

Dalam hal ini seakan-akan kedudukan DPM berada di bawah garis koordinasi BEM, lembaga eksekutif seharusnya bergerak beriringan dengan lembaga legislatif. Keduanya sama-sama memiliki peran dan fungsi yang penting dalam menjaga keseimbangan demokrasi.

 

Lantas Bagaimana Upaya Selanjutnya?


Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi atau dialog kepada seluruh mahasiswa dan civitas akademika UNU Blitar tentang bagaimana idealnya sebuah demokrasi berlangsung. Banyak hal yang sepertinya kurang dipahami oleh mahasiswa dan civitas akademika tentang prinsip demokrasi miniatur negara di dalam kampus.

 

Seharusnya setiap lembaga yang ada di UNU Blitar mampu memahami dan menjalankan fungsi dan tugas masing-masing. Setiap Organisasi Mahasiswa (Ormawa) pasti memiliki peran yang berbeda-beda, yang dimana keberagaman tersebut akan saling melengkapi dan mendorong universitas untuk menuju kearah yang jauh lebih baik.


Penulis: Fufut Shokhibul

Editor: Nanda Sania


Monday, 23 June 2025

Langkah Maju UNU Blitar: Asesmen Lapangan BAN-PT Dorong Budaya Mutu Akademik

Asesmen lapangan UNU Blitar oleh BAN_PT 23/06/2025 (Foto: LPM Bhanu Tirta)


Persma Bhanu Tirta - Universitas Nahdlatul Ulama Blitar (UNU Blitar) menyelenggarakan kegiatan asesmen lapangan oleh tim asesor dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Kegiatan bertempat di Kampus 1 UNU Blitar, Jalan Masjid No. 22, Kota Blitar, Senin (23/06/25).

 

Asesmen diikuti oleh jajaran pimpinan universitas, dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, alumni serta para pemangku kepentingan terkait. Tim asesor yang hadir pada asesmen kali ini yaitu, Saepudin, S.Kom., M.Kom., Ph.D., Dr. Drs. Najahan Musyafak, M.A., Prof. Drs. Burhanuddin Arafah, M.Hum., Ph.D., dan Prof. Dr. Anton Bawono, S.E., M.Si.

 

Muhamad Fatih selaku Wakil Rektor Bidang Akademik menyampaikan bahwa, asesmen lapangan ini menjadi momen refleksi dan evaluasi atas komitmen universitas dalam menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas.

 

"Asesmen ini bukan semata-mata untuk memenuhi kewajiban administratif, tetapi sebagai upaya nyata dalam memperkuat tata kelola akademik dan budaya mutu di UNU Blitar,” ujar beliau.

 

Ia juga menambahkan bahwa kehadiran asesor menjadi cerminan kepercayaan terhadap UNU Blitar dan menjadi momentum untuk membuka ruang dialog akademik yang objektif dan membangun.

 

“Kami tidak hanya ingin dinilai baik secara dokumen, tetapi juga ingin memperlihatkan bahwa sistem pendidikan di UNU Blitar berjalan dengan prinsip keberlanjutan, transparansi, dan berorientasi pada pengembangan kualitas mahasiswa,” paparnya.

 

Beliau berharap agar kegiatan ini mampu mendorong seluruh elemen kampus untuk terus bertumbuh dan menjadikan akreditasi bukan sekadar tujuan administratif, tetapi sebagai budaya mutu yang tumbuh dalam seluruh lini kehidupan kampus.

 

“Semoga asesmen ini menjadi pemantik semangat dan komitmen bersama dalam menjaga kualitas dan marwah institusi di tingkat nasional,” pungkasnya.

 

Kehadiran para asesor menjadi kesempatan strategis bagi UNU Blitar untuk menunjukkan capaian serta praktik terbaik yang telah dilakukan, sekaligus menerima masukan sebagai bagian dari upaya perbaikan berkelanjutan.

 

 

Penulis: Ika Putri

 

Editor: Fufut Shokhibul

Thursday, 19 June 2025

Tuntutan Tidak Digubris! Aliansi Warga Kaliputih Gelar Demo Tolak Tambang di Depan Kantor DPRD Kabupaten Blitar


Aksi demonstrasi di depan kantor DPRD aliansi warga blitar menolak tambang pasir Kaliputih, 19/06/2025 (Foto: LPM Bhanu Tirta)


Persma Bhanu Tirta - Ratusan warga menggelar aksi demo di depan gedung DPRD Kabupaten Blitar, setelah tuntutan penutupan tambang di Kaliputih tidak digubris. Aliansi warga yang berasal dari empat kecamatan sepakat untuk melangsungkan demo, Kamis (19/06/2025).

Aliansi warga terdiri dari empat kecamatan yaitu Gandusari, Talun, Garum dan Kanigoro. Mereka yang terkena dampak dari pertambangan di bantaran Kaliputih memiliki tuntutan yang sama, penutupan permanen tambang pasir.

"Kami tidak datang dari kepentingan orang lain apalagi ditunggangi, namun kami ini datang untuk menyelamatkan diri kami sendiri," orasi dari salah satu warga.

Warga mengaku bahwa demo yang dilaksanakan bukan berangkat dari kepentingan segelintir orang, melainkan mereka meminta hak-hak mereka atas kebersihan Kaliputih dari pertambangan pasir.

"Air irigasi persawahan ini mundak dikeruk, la terus lek pas butuh banyu wayah tandur, tandurane piye pak ngeneki (Air irigasi persawahan ini semakin dikeruk, terus kalau butuh air waktunya tanam, tanamannya gimana pak ini)," ujarnya.

Masyarakat mengeluh lantaran air irigasi yang digunakan untuk mengaliri persawahan semakin dikeruk untuk kepentingan tambang pasir.

"Selanjutnya teknik kegiatan galian tambang dapat menyebabkan kerusakan pada infrastruktur Sabodam sehingga berpotensi menimbulkan kerugian masyarakat, irigasi jebol, dam jebol, terus kalau seperti ini sawah enggak teraliri," tegasnya.

Dampak dari penambangan pasir menggunakan alat berat ini sangat merugikan masyarakat. Mengingat bahwa aliran sungai Kaliputih ini dimanfaatkan warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Dan terakhir, dampak e seng perlu di ngertosi bapak keamanan. Polusi suara yang terjadi setiap saat kendaraan tambang lewat, pas wayah turu pak misale, bengi ki wayahe istirahat. (Dan terakhir, dampak yang perlu diketahui bapak keamanan. Polusi suara yang terjadi saat kendaraan tambang lewat, ketika waktunya tidur pak contohnya, malam itu waktunya istirahat)," pungkasnya.

Selain polusi air, penambangan juga menimbulkan dampak lain seperti polusi suara. Orator menegaskan bahwa truk pasir yang lewat ketika malam hari sangat mengganggu warga yang sedang istirahat.

Sampai sekitar pukul 13.30 WIB, masyarakat masih semangat menggaungkan tuntutannya untuk menutup permanen tambang pasir yang ada di Kaliputih.

Ada kurang lebih 10 orang bernegosiasi di dalam kantor DPRD Kabupaten Blitar. Masyarakat masih menunggu hasil keputusan DPRD Kabupaten Blitar untuk berkomunikasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) Provinsi Jawa Timur.


Penulis: Fufut Shokhibul

Editor: Nanda Sania

Wednesday, 18 June 2025

Berawal dari Ngopi, Lapak Baca Ceria Sukses Meluncurkan Zine Edisi Pertamanya


Launching Zine PONDASI oleh Lapak Baca Ceria & Hima Prodi PBI UNU Blitar

Persma Bhanu Tirta-Lapak Baca Ceria dan Himpunan Mahasiswa Program Studi (Himaprodi) Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) sukses menyelenggarakan acara launching zine untuk pertama kalinya. Peluncuran ini bertempat di Ahwaya Open Space Kota Blitar. Sabtu, 21 Juni 2025.

 

Pengarang dan penggagas zine ini adalah Reyda Hafis, Wibi Diaurohman, dan Fufut Shokhibul. Pada edisi pertama ini, mereka memberi judul “Generasi Terburuk”.

 

Mereka ingin mematahkan statement negatif tentang kemalasan Generasi Z (Gen-Z) dengan membuat karya sastra. Ide penulisan dan penyusunan ini terbesit dari obrolan ngopi mereka bertiga untuk menuahkan keresahan dan kritikan lewat karya sastra. Penyusunan Zine ini menghabiskan waktu 3 hari tanpa ada dukungan materi dan non-materi dari pihak manapun.

 

Di awal kegiatan inti, para penulis bergantian untuk membaca tulisan mereka masing-masing. Ruang diskusi semakin  hidup sebab dihadiri oleh Reditya Wempi, seorang dosen PBI sekaligus Penulis. Dosen yang bergelar Magister ini sangat memuji atas terbitnya karya dari Mahasiswa yang tak beliau sangka-sangka.

 

“Karya ini sangat apik karena mereka menyampaikan aspirasi, ide, gagasan dan kritikan dikemas dengan elegant, yakni dengan karya seni. Karya seni ini perlu diacungi jempol karena berangkat dari intuisi gerakan independen tanpa ditunggangi kepentingan-kepentingan segelintir kelompok” Ujar Beliau.

 

Dalam forum kali ini, mereka juga mengangkat diskusi tentang menurunnya tingkat literasi yang terjadi pada Gen-Z. Salah satu penulis zine bercerita mengenai pengalaman literasinya.

 

“Awal mula terpancing kecanduan literasi ketika ngopi bareng teman-teman, disitu saya merasa bodoh sebab pengetahuan saya yang ternyata sangat sempit dibanding teman-teman lain” ungkap Shokhibul

Acara peluncuran Zine ini dihadiri oleh berbagai mahasiswa dari kampus lain.

 

Ruang diskusi lebih mendalam ketika  beberapa audiens memberikan tanggapan dan pertanyaan kritis dari sudut pandang yang berbeda-beda, dan diapresiasi oleh penulis dengan memberikan kepada mereka Zine secara percuma.

 

Penulis: Bima Dwi Baskara

Editor: Fufut Shokhibul

 







Tuesday, 6 May 2025

Apakah Persma Masih Aman? Ungkap Ancaman Kebebasan Pers Mahasiswa di Kampus

Seminar Nasional & Peringatan World Press Fredom Day 2025 di Aula IAIN Kediri, 04/05/2025 (Foto: LPM Bhanu Tirta)

Persma Bhanu Tirta - Pers mahasiswa berperan sebagai penjaga kebebasan berekspresi di kampus, namun mereka kerap terancam represi baik dari dalam maupun luar kampus. Hal ini menjadi titik berat pembahasan dalam Seminar Nasional dan Peringatan World Press Freedom Day 2025 yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI)  di Auditorium IAIN Kediri  pada Minggu (04/05/25).

PPMI juga bekerja sama dengan Forum Alumni Aktivis Pers Mahasiswa (FAA) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Seminar ini bertemakan “ Memperkuat Perlindungan terhadap Pers Mahasiswa di Era Digital”.

Forum ini turut didukung oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan dihadiri oleh ratusan anggota pers mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia.

“Di Indonesia kebebasan pers masih jauh dari ideal. Berdasarkan laporan terbaru dari Reporters Without Borders (RSF), posisi Indonesia turun ke peringkat 124 dari 180 negara, ini menggambarkan betapa pentingnya perhatian terhadap kondisi kebebasan pers, terutama bagi pers mahasiswa yang kerap kali menjadi sasaran represi,” ungkap Nany.

Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida, membuka seminar dengan menyampaikan keprihatinannya atas situasi kebebasan pers yang semakin terancam, baik bagi jurnalis profesional maupun pers mahasiswa.

Menurutnya meskipun pers mahasiswa memiliki peran strategis dalam memberikan suara kritis dan analitis, mereka kerap kali menghadapi intimidasi baik dari pihak kampus maupun pihak luar. Dalam banyak kasus pers mahasiswa juga mengalami ancaman fisik, digital, serta penyensoran oleh pihak-pihak yang tidak setuju dengan pemberitaan mereka.

“Tantangan ke depan itu semakin kompleks. Di satu sisi kita menghadapi konten berbahaya, hoax, disinformasi, misinformasi, ujaran kebencian dan lain-lainnya. Tapi di sisi lain pers mahasiswa juga menjadi sasaran sensor, tekanan institusi bahkan serangan digital.” tambahnya.

Data yang dibagikan oleh Sekretaris Jenderal PPMI Dimas Wahyu Gilang juga semakin memperkuat pernyataan tersebut. Hal ini menunjukkan betapa rentannya keamanan pers mahasiswa dalam menjalankan tugas jurnalistik mereka.

“Antara tahun 2013 hingga 2021 tercatat ada 331 kasus kekerasan terhadap pers mahasiswa di berbagai kampus Indonesia. Kekerasan ini datang dari berbagai pihak, mulai dari birokrasi kampus hingga aparat keamanan,” ujar Gilang.

Perwakilan UNESCO Ana Lomtadze menyampaikan secara daring, bahwa perkembangan teknologi terutama kecerdasan buatan (AI), membawa tantangan baru bagi kebebasan berekspresi. Disinformasi, manipulasi algoritma, dan hilangnya ruang aman di dunia maya turut mengancam eksistensi media alternatif seperti pers mahasiswa.

“Kita perlu membekali generasi muda dengan literasi digital dan payung hukum yang kuat agar mereka bisa tetap bersuara dengan aman,” tutur Ana.

Seminar yang dimoderatori oleh Kepala Desk Humaniora Harian Kompas Evy Rachmawati ini menjadi ruang diskusi yang hidup. Hadir pula Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Mustafa Layong, yang memberikan pemaparan terkait perlindungan hukum dan posisi strategis pers mahasiswa di era digital.

Tak hanya memberikan pemahaman mendalam dari para narasumber, seminar ini juga membuka ruang refleksi dan harapan dari para peserta. Salah satunya datang dari Ach. Zainuddin peserta dari LPM Retorika STKIP PGRI Sumenep.

“Banyak wawasan yang kami dapat terkait regulasi perlindungan pers mahasiswa. Harapannya, seminar ini bisa menjadi bekal untuk memperjuangkan kebebasan pers di kampus kami,” tuturnya.

Dari Kediri, suara lantang pers mahasiswa disiarkan ke seluruh Indonesia bahwa, perjuangan menjaga kebebasan berekspresi tak akan berhenti, selama masih ada pena yang berani menulis.


Penulis: Chintya Putri P

Editor: Fufut Shokhibul B