LPM BHANU TIRTA

Friday, 15 November 2024

DILEMA KEBERSIHAN KAMPUS UNU BLITAR, SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB?

 

Kilas kondisi kebersihan kampus 2 UNU Blitar, kamis pagi 14 November 2024. (Foto: Kru LPM Bhanu Tirta/Najib)

Persma Bhanu Tirta - Melihat kondisi kebersihan Kampus 2 Srengat Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar saat ini, muncul pertanyaan besar dalam benak saya. sebenarnya, siapa yang bertanggung jawab atas kebersihan kampus ini? Pertanyaan ini mencuat setelah melihat beberapa fasilitas umum kampus yang kondisinya memprihatinkan.

Kantin kampus, tempat di mana mahasiswa mencari asupan energi setiap harinya, terlihat kurang terawat. 

Meja-meja berdebu, kursi berserakan, dan lantai kantin yang dipenuhi sampah seolah menjadi pemandangan biasa. 

Belum lagi halaman kampus yang ditumbuhi rumput tinggi, memberikan kesan seperti lahan tak terurus.

Mudah memang untuk menunjuk petugas kebersihan sebagai pihak yang bertanggung jawab. Namun, benarkah demikian? Mari kita renungkan bersama. Setiap hari, ratusan mahasiswa, dosen, dan karyawan beraktivitas di kampus ini. 

Setiap individu tentunya menghasilkan sampah, menggunakan fasilitas, dan memberikan dampak pada lingkungan kampus.

Saya meyakini bahwa kebersihan kampus adalah tanggung jawab kolektif. Ketika seorang mahasiswa membuang bungkus makanan sembarangan, maupun seorang dosen mengabaikan sampah di ruang kelas, atau saat seorang karyawan tidak peduli dengan kondisi kebersihan di sekitarnya, mereka semua berkontribusi pada masalah ini.

Pihak universitas memang sudah menyediakan petugas kebersihan. Namun, dengan jumlah yang terbatas, mustahil mereka bisa mengcover seluruh area kampus secara optimal. 

Terlebih jika pengguna fasilitas tidak memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan.

Sebagai mahasiswa, saya merasa prihatin melihat kondisi ini. Kampus adalah rumah kedua bagi kami. 

Tempat di mana kami menghabiskan sebagian besar waktu untuk menuntut ilmu. Bagaimana mungkin proses pembelajaran bisa optimal jika lingkungannya saja tidak nyaman?

Solusi dari permasalahan ini sebenarnya sederhana: kesadaran dan aksi nyata dari seluruh civitas akademika. 

Mulai dari hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, hingga partisipasi dalam kegiatan kebersihan kampus. 

Pihak kampus juga perlu membuat sistem yang lebih baik dalam pengelolaan kebersihan, termasuk penambahan fasilitas dan pengawasan yang lebih ketat.

Mari kita mulai dari diri sendiri. Ketika melihat sampah, ambil dan buang pada tempatnya. 

Ketika menggunakan fasilitas umum, rawat seperti milik sendiri. Disaat melihat sesuatu yang tidak pada tempatnya, lakukan tindakan perbaikan.

Kebersihan memang tanggung jawab bersama, tapi implementasinya harus dimulai dari individu. 

Jangan hanya bisa menuntut kebersihan tapi tidak mau berpartisipasi dalam menjaganya. 

UNU Blitar bisa menjadi kampus yang bersih dan nyaman jika seluruh civitas akademika bersatu dalam menjaga kebersihan.

Sudah saatnya kita bergerak. Berhenti saling menyalahkan dan mulai bertindak. 

Karena kebersihan kampus adalah cerminan dari kualitas pendidikan dan kesadaran civitas akademikanya. 

Mari bersama-sama mewujudkan UNU Blitar yang bersih, nyaman, dan kondusif untuk pembelajaran.

Mari kita jadikan ini sebagai momentum perubahan. Bukan hanya bicara tentang siapa yang bertanggung jawab, tapi lebih pada bagaimana kita semua bisa berkontribusi dalam menciptakan lingkungan kampus yang lebih baik. 

Karena pada akhirnya, kebersihan dan kenyamanan kampus adalah tanggung jawab kita bersama. 


Penulis: Najib Zam Zami 

Editor: Aris Fadillah 

Saturday, 28 September 2024

Tidak Ada BEM dan DPM, Aspirasi Mahasiswa Dititipkan ke Siapa?

Ilustrasi: ilham (LPM Bhanu Tirta)

Persma Bhanu Tirta - Mahasiswa sering disebut sebagai agent of change, motor penggerak perubahan dalam masyarakat. Namun, bagaimana peran ini bisa dijalankan jika wadah resmi untuk menyalurkan aspirasi mereka tidak ada? Inilah yang terjadi di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) absen dari struktur organisasi kemahasiswaan.

Ketiadaan BEM dan DPM di UNU Blitar bukan hanya masalah struktural, tapi juga fungsional. Badan eksekutif maupun dewan perwakilan seharusnya menjadi jembatan antara mahasiswa dengan pihak universitas, menyuarakan aspirasi, mengadvokasi kebijakan, serta mewujudkan katalis perubahan di lingkungan kampus. Tanpa keduanya, siapa yang akan mengemban tugas-tugas krusial ini?

Beberapa argumen mungkin diajukan untuk membenarkan absennya dua lembaga ini. Mungkin ada yang berpendapat bahwa organisasi kemahasiswaan lain seperti Himpunan Mahasiswa (Hima) atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sudah cukup mewadahi aspirasi pelajar kampus.

Namun, kita perlu ingat bahwa HMJ maupun UKM memiliki fokus yang lebih spesifik dan terbatas. Mereka tidak didesain untuk menangani isu-isu secara luas serta strategis dalam tingkat universitas.

Ada pula kemungkinan bahwa pihak universitas merasa keberadaan BEM dan DPM akan mengganggu stabilitas kampus atau menimbulkan gesekan. Jika memang benar, maka ini adalah kekhawatiran yang keliru. 

Justru dengan adanya BEM maupun DPM, aspirasi mahasiswa bisa disalurkan melalui jalur yang terstruktur dan konstruktif, alih-alih melalui aksi-aksi sporadis sehingga berkemungkinan kontraproduktif.

Ketiadaan BEM dan DPM juga berpotensi menciptakan kekosongan dalam hal pengembangan kepemimpinan mahasiswa. 

Kedua lembaga ini seharusnya menjadi tempat bagi para mahasiswa untuk belajar berorganisasi, mengasah kemampuan manajerial, dan mengembangkan jiwa kepemimpinan. Tanpa wadah ini, kita kehilangan kesempatan untuk mencetak pemimpin-pemimpin masa depan.

Lebih jauh lagi, absennya BEM dan DPM bisa dilihat sebagai bentuk pembatasan terhadap kebebasan berpendapat serta berorganisasi mahasiswa. 

Dalam era demokrasi sekarang, universitas seharusnya menjadi miniatur masyarakat ideal, di mana setiap suara dihargai dan setiap aspirasi mendapat ruang. Ketiadaan BEM maupun DPM seolah menegasikan prinsip ini.

Lantas, apa solusinya? Pertama, perlu ada dialog terbuka antara mahasiswa, civitas academica, serta pimpinan universitas untuk membahas urgensi pembentukan BEM dan DPM. 

Kedua, jika pembentukan BEM dan DPM terkendala aturan internal universitas, maka perlu ada revisi aturan tersebut. 

Ketiga, bisa juga dibentuk lembaga alternatif sementara sehingga fungsinya mirip dengan BEM maupun DPM, namun dengan nama dan struktur yang mungkin lebih sesuai pada karakteristik UNU Blitar Seperti Serikat mahasiswa atau lainnya, sebagai wadah penyaluran aspirasi dari mahasiswa ke pihak rektorat.

Sampai saat ini kampus belum menyediakan tempat penyampaian aspirasi secara jelas dan terstruktur. Pihak universitas hanya menyediakan barcode kritik serta saran. Tapi dalam kenyataannya layanan itu hanya formalitas dari instansi saja. 

Pastinya, dengan kekosongan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Aspirasi mahasiswa perlu wadah yang jelas, terstruktur, dan diakui secara resmi oleh universitas. 

Tanpa hal itu, kita tidak hanya kehilangan suara kritis mahasiswa, tapi juga kesempatan untuk membangun ekosistem kampus yang lebih demokratis dan progresif. Sudah saatnya UNU Blitar mempertimbangkan kembali keberadaan BEM maupun DPM, atau setidaknya lembaga serupa sehingga mampu menjadi corong aspirasi mahasiswa. 

Karena pada akhirnya, universitas yang hebat bukan hanya dinilai dari prestasi akademiknya, tetapi juga seberapa besar ruang sehingga diberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk bersuara serta berkontribusi dalam pembangunan almamater tercinta. 


Penulis: Najib Zam Zami 

Editor: Aris Fadillah 

Thursday, 19 September 2024

Kyai Bonto: Pusaka Sakral Peninggalan Kerajaan Mataram dan Kepercayaan Masyarakat Dusun Pakel Desa Kebonsari Kademangan

 

(Foto: Kegiatan siraman pusaka kyai Bonto)

Persma Bhanu Tirta - Zaman era modern yang serba digital, sebuah tradisi kuno masih bertahan di Dusun Pakel, Desa Kebonsari Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. 

Siraman Kyai Bonto, sebuah pusaka berupa wayang krucil, menjadi ritual tahunan yang tak lekang oleh waktu, mencerminkan kuatnya kepercayaan masyarakat terhadap warisan leluhur.

Alex tjahjono selaku cucu dari juru kunci mengungkapkan bahwa Kyai Bonto, konon merupakan pusaka peninggalan Kerajaan Mataram islam. 

Pusaka Kyai Bonto telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Dusun Pakel selama berabad-abad. 

Acara ritual siraman Kyai Bonto diadakan pada Selasa (17/09/2024). Kegiatan ini dimulai pukul 09.00 pagi sampai selesai. 

Kegiatan yang dilaksanakan terlebih dahulu adalah pemandian pusaka, kemudian dilanjutkan dengan membagikan tumpeng hasil bumi dan kenduri. 

Ritual siraman Kyai Bonto dilaksanakan setiap tahun, pada tanggal 12 maulud dalam penanggalan Jawa atau 12 Rabiul awal dalam kalender islam. 

Acara ini digelar bebarengan dengan siraman gong Kyai pradah di sutojayan. 

"Kyai Bonto dan Kyai pradah punya hubungan dalam sejarahnya karna sama sama dari mataram yang di bawa pangeran prabu", ungkap Alex.

Kegiatan siraman Kyai Bonto di lakukan di area petilasan, dengan di hadiri Ratusan warga yang berkumpul untuk menyaksikan prosesi sakral ini. 

Acara ini mempunyai aura mistis dan banyak masyarakat percaya bahwa air bekas siraman wayang tersebut membawa berkah. 

Air tersebut dipercaya dapat menyembuhkan penyakit, mendatangkan rezeki, menjaga awet muda, serta membantu para bujangan menemukan jodohnya

Kepercayaan terhadap kekuatan Kyai Bonto begitu mengakar dalam masyarakat Dusun Pakel. Banyak warga yang meyakini bahwa pusaka tersebut memiliki kekuatan supranatural.

Menurut kepercayaan warga setempat pusaka Kyai Bonto tidak boleh di mandikan setelah siang hari (bedug).

 "Dulu pernah terjadi hujan deras saat akan di lakukan siraman Kyai Bonto jadi acara siraman di lakukan siang hari setelah hujan reda. Tapi saat dilakukan siraman panggung tempat siraman terjadi amblas. Dan masyarakat percaya itu pertanda buruk dari siraman yang di lakukan setelah bedug", ungkap Alex saat wawancara dikediaman kakeknya.

Keberadaan Kyai Bonto menjadi perekat sosial bagi masyarakat Dusun Pakel. 

Ritual siraman tahunan tidak hanya menjadi momen sakral, tetapi juga ajang silaturahmi dan gotong royong warga.

Fenomena Kyai Bonto di Dusun Pakel menjadi potret menarik tentang bagaimana kepercayaan tradisional masih bertahan di tengah arus modernisasi. 

Ia menjadi pengingat bahwa dalam masyarakat Indonesia, mistis dan logis, tradisional maupun modern, seringkali berjalan beriringan, membentuk mozaik budaya yang unik serta kekayaan keragaman. 


Penulis: Najib Zam Zami 

Editor: Aris Fadillah 

Wednesday, 18 September 2024

Puisi: Tunggu Aku di Laut Lepas Itu

 


Tunggu Aku di Laut Lepas Itu

Karya: Nanda Saniaroh


Beberapa tangan tak hentinya melepas 

Mengiring langkah yang terkulai lemas

Tak banyak berharap selain menyuburkan do'a

Beragam pinta masih setia, menguatkan usaha


Di tepian sana, 

Langkah terdengar tergesa-gesa

Sekelebat bayangan ombak menghantam

Menghanyutkan hal hal kecil

Memenangkan yang kuat


Deru ombak seperti menantang

Lalu ingatan menguap 

Meyakinkan diri 

Melewatkan keraguan


Seseorang mengingatkan ku,

Jangan hiraukan retak

Ia akan kembali utuh

Secantik senja yang kini nampak


Dalam jeda yang hadir

Kau hampir sampai.


Laut yang kau sapa dahulu,

Adalah inginku yang kau wujudkan


Rayakan, 

Bersoraklah

Tuesday, 17 September 2024

Pelepasan Tukik di Pantai Serang: Masih Gunakan Budaya Jawa dalam Prosesnya

(Foto: Tukik yang akan dilepaskan ke pantai)

Persma Bhanu Tirta - Kelompok Konservasi Penyu Segoro Lestari melakukan pelepasan Ratusan ekor tukik (anak penyu) di Pantai Serang, Desa Serang, Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar, pada Senin (16/09/2024) Sore. 

Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya pelestarian penyu di pesisir pantai selatan Blitar. 

Ketua Kelompok Konservasi Penyu Segoro Lestari, Sardianto, mengatakan bahwa pelepasan tukik ini merupakan hasil dari program penangkaran yang telah dilakukan selama beberapa bulan terakhir. 

Sardianto menambahkan bahwa ratusan tukik yang dilepaskan merupakan hasil dari penetasan sendiri menggunakan cara tradisional. 

"Telur telur penyu tersebut kami dapatkan dari beberapa pantai di wilayah Blitar Selatan. Seperti pantai Serang, Serit, Jebring dan pantai sekitarnya", ujar Sardianto.

Berdasarkan pengakuan sardianto, pencarian telur-telur penyu dilakukan oleh para sesepuh sekitar, yang masih memakai hitungan Jawa dalam penentuan waktu serta menggunakan penerawangan untuk menemukannya.
 
"Kalau saya yang nyari mas, belom tentu 3 jam bisa ketemu dan saya nggak tau kapan penyu-penyu tersebut bertelur", ungkapnya.

Proses pelepasan tukik dimulai sore hari menjelang magrib bertepatan dengan air laut yang mulai pasang.

Kelompok Konservasi Penyu Segoro Lestari telah aktif sejak tahun 2015 dan di awali oleh Sardianto sendiri bahkan pada mulanya dalam biaya oprasional menggunakan dana pribadi. 

Sardianto mengungkapkan bahwa pentingnya kesadaran menjaga kelestarian penyu semakin meningkat, sehingga banyak dari masyarakat yang membantu dalam pelestariannya.

Selain melakukan penangkaran dan pelepasan tukik, Kelompok Konservasi Penyu Segoro Lestari juga aktif memberikan edukasi kepada khalayak ramai maupun wisatawan. 

Mereka memiliki pusat informasi penyu di dekat Pantai Serang yang bisa dikunjungi oleh masyarakat umum.

Kegiatan ini juga dihadiri oleh Banyak LSM dari Kabupaten Blitar, Mahasiswa, serta puluhan warga setempat yang ingin menyaksikan dan ikut langsung proses pelepasan tukik ke laut.


Reporter : Najib Zam Zami
Editor : Aris Fadillah