(Gambar/Ilustrasi: LPM Bhanu Tirta.) |
Persma Bhanu Tirta - Tepat pada tanggal 2 Mei 2024 kemarin, kita memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang merupakan hari lahir dari Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Dengan semangat yang sama untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya Pendidikan bagi kemajuan bangsa dan menciptakan semangat untuk terus meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.
Namun, sebelum melangkah
lebih jauh mengenai pengembangan Pendidikan untuk kemajuan bangsa, ada
pertanyaan yang harus kita jawab bersama terlebih dahulu. Sudahkah Kampus Hijau
tercinta kita terbebas dari 5 dosa besar Pendidikan?
Tentu sebelum memikirkan
pengembangan di wilayah Pendidikan, kita perlu memastikan terlebih dahulu bahwa
tempat belajar kita sudah menjadi ruang aman untuk para penghuninya. Untuk
mengetahuinya, sepertinya kita perlu mengetahui apa saja yang termasuk dalam 5
dosa besar Pendidikan.
Apa Saja 5 Dosa Besar
Pendidikan?
Pada awal 2020, Mendikbud
Nadiem Anwar Makarim menyebutkan 3 dosa besar Pendidikan yang meliputi Perundungan/Bullying,
Kekerasan Seksual, dan Intoleransi. Pelaksana Tugas Dirjen Dikti Kemendikbud,
Nizam, menambahkan 2 dosa Pendidikan yang harus dihindari oleh Perguruan Tinggi
baik Dosen maupun Mahasiswa yakni Narkotika, dan Korupsi. Sehingga terdapat 5
dosa di lingkungan Pendidikan yang harus dijauhi.
Dari 5 dosa tersebut,
Kemendikbudristek telah menunjukkan komitmennya dengan mengeluarkan Payung Hukum
berupa Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual di Perguruan Tinggi. Selanjutnya disusul dengan Permendikbudristek No.
46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan
Pendidikan.
Nadiem berharap, dengan
diterbitkannya Peraturan Menteri tersebut menjadikan para pelaku Perundungan
maupun Kekerasan Seksual yang masih sembunyi-sembunyi dan masih berada pada
posisi aman dapat mulai merasakan kegelisahan, dan dapat mulai berfikir
berkali-kali sebelum melakukan tindakannya. Karena sekarang semua dapat
melapor, dan sudah jelas regulasi payung hukumnya.
Selain itu, mengenai
Narkotika dan Korupsi, Mendikbud memang tidak mengeluarkan Peraturan Menteri.
Sebab, hal tersebut sudah diatur secara rinci dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP).
Sudahkah Kampus Hijau
Kita Terbebas Dari 5 Dosa Besar Pendidikan?
Pertanyaan mengenai sudah
atau belum, tidak dapat saya jawab sendiri pada tulisan ini. Namun, dengan
segala keterbatasan informasi dan temuan yang saya miliki, saya akan mencoba
untuk menguraikan kemungkinan-kemungkinannya. Apabila saya salah, silahkan
bantah opini saya dengan data yang bersandar pada fakta.
Mendikbud Nadiem sempat
memaparkan bahwa kunci terhindar dari 5 dosa Pendidikan adalah jajaran Guru dan
Kepala Sekolahnya, atau dapat kita artikan juga sebagai jajaran Dosen dan
Rektorat. Apabila jajran tersebut sudah toleran dan memahami betul persoalan
ini, kemungkinan isidensi pada lingkungan Pendidikan yang diampu akan sangat
kecil.
“Begitu juga sebaliknya,
jika Guru, Kepala Sekolah, Dosen, maupun Rektoratnya masih abai mengenai hal
ini, kita bisa berharap apa pada Siswa atau Mahasiswanya?” ujar Nadiem.
Nadiem juga mengatakan
bahwa data di Perguruan Tinggi yang memiliki program atau kebijakan mengenai
Kekerasan Seksual dan Perundungan memiliki insidensi jauh lebih rendah dari
pada Perguruan Tinggi yang tidak memiliki program yang membahas hal tersebut.
“Hal itu memberikan kami
pemahaman bahwa step pertama untuk menginformasikan hal ini kepada Perguruan
Tinggi atau Sekolah bahwa jika mereka tidak memiliki program ini insidensinya
akan selalu tinggi. Jadi harus dibahas, harus didiskusikan, harus
ditindaklanjuti,” kata Nadiem.
Baca juga artikel, Apakah Kampus Hijau Tercinta Kita Sudah Bebas Dari Kekerasan Seksual?
Bagaimana Dengan Kampus
Hijau Kita?
Dalam konteks kampus
hijau, rendahnya kesadaran dan apatisnya Dosen sekaligus Mahasiswa terhadap isu
Perundungan dan Kekerasan Seksual, sebagaimana diatur oleh Permendikbudristek
No. 30 Tahun 2021, menjadi isu serius yang memerlukan perhatian lebih.
Kampus hijau, sebagai
lingkungan akademis yang mempromosikan keberlanjutan dan kepedulian terhadap
lingkungan, seharusnya juga menjadi tempat di mana nilai-nilai keadilan dan
perlindungan terhadap setiap individu dijunjung tinggi.
Namun, rendahnya
kesadaran mahasiswa terhadap isu-isu Perundungan dan Kekerasan Seksual bisa
mencerminkan kurangnya pendidikan dan sosialisasi di lingkungan kampus hijau.
Mungkin ada ketidakpahaman terhadap peraturan yang mengatur hal tersebut atau
minimnya kegiatan edukasi yang fokus pada kesadaran dan perlindungan terhadap
korban.
Ketidakpedulian mahasiswa
terhadap isu ini bisa menciptakan lingkungan kampus yang tidak aman, bahkan di
tengah upaya menjadikan kampus sebagai tempat yang ramah bagi seluruh penghuninya.
Oleh karena itu, perlu
adanya inisiatif dari pihak kampus untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa
melalui program-program edukasi yang terfokus, menyelenggarakan lokakarya,
diskusi, atau kampanye yang membahas isu-isu Perundungan dan Kekerasan Seksual.
Dengan adanya keterlibatan mahasiswa dan dukungan dari pihak kampus, diharapkan kesadaran terhadap peraturan dan tindakan preventif dapat meningkat, menciptakan kampus hijau yang bukan hanya berfokus pada keberlanjutan pendidikan, tetapi juga pada keberlanjutan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh penduduk kampus.
Sumber:
1. Permendikbudristek
No. 30 Tahun 2021. Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan
Tinggi.
2. Permendikbudristek
No. 46 Tahun 2023. Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan
Satuan Pendidikan.
3. Tempo.co
(Kemendikbud Minta Kampus Tak Lakukan 5 Dosa Besar Pendidikan).
Penulis : Reyda Hafis A.