Kekerasan
Seksual merupakan tindak pidana yang sering terjadi dimasyarakat yang memiliki
dampak serius bagi individu maupun masyarakat. Bedasarkan data dari Kementrian Pemberdayan
Perempuan dan Perlindungan anak (Kemen PPPA),tercatat ada 29.883 kasus
kekerasan sepanjang 2023.
Dari
jumlah tersebut , 13.156 diantaranya merupakan kasus kekerasan seksual dan
merupan jenis kasus yang tertinggi. Kekerasan seksual juga kerap terjadi di
lingkungan perguruan tinggi. Menurut data Kemen PPPA per April 2024, terjadi
2.681 kasus kekerasan seksual di lingkungan Perguruan tinggi.
Dalam konteks kampus hijau, rendahnya kesadaran
dan apatisnya mahasiswa terhadap isu pelecehan dan kekerasan seksual,
sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No.73 Tahun
2022, menjadi isu serius yang memerlukan perhatian lebih.
Kampus hijau, sebagai lingkungan akademis yang
mempromosikan keberlanjutan dan kepedulian terhadap lingkungan, seharusnya juga
menjadi tempat di mana nilai-nilai keadilan dan perlindungan terhadap setiap
individu dijunjung tinggi.
Baca Juga... Apakah Kampus Hijau Kita Tercinta Sudah Terbebas Dari Tindak Kekerasan Seksual?
Dibentuknya
Satgas PPKS Di Kampus Hijau
Pada
hari rabu 19 Juni 2024, Satuan Tugas Pencagahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual (SATGAS PPKS) kampus hijau mengadakan sosialisasi melalui zoom meet.
Namun sangat disayangkan karena acara ini hanya di wajibkan untuk mahasiswa KIP
dan Bidikmisi.
Seharusnya
sosialisasi ini diwajibkan untuk seluruh mahasiswa dan civitas akademika untuk
mengedukasi mereka agar tau apasaja jenis-jenis KS ini, karena banyak dari
mahasiswa yang belum mengetahui apasaja yang termasuk dalam kategori KS. Dalam
acara sosialisasi ini ketua SATGAS PPKS memaparkan jenis-jenis KS, mulai
kekerasan seksual secara verbal maupun non verbal.
Satgas
Tak Tegas: Sosialisasi Yang Malah Menormalisasi
Didalam
acara tersebut ada satu pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu mahasiswa
kepada ketua Satgas PPKS yang intinya, “jika ada dosen yang mungkin ketika
mengajar itu melemparkan candaan yang mengarah atau dianggap kurang sopan atau
melecehkan, apakah Satgas PPKS ini berani menegur dan menindak dosen tersebut?”
Jawaban
dari beliau ketika mendapatkan pertanyaan tersebut sangat diluar dari harapan
kami sebagai mahasiswa, beliau mengatakan “Jika ada dosen yang ketika mengajar
itu melemparkan candaan yang mungkin mengarah atau dianggap kurang sopan atau melecehkan.
Kami berani menegur atau menindaklanjuti dosen tersebut berdasarkan keputusan
Rektor”
“Kita
harusnya berani untuk menegur, karena kita juga dilindungi undang-undang dan
disahkan oleh Rektor. Harusnya berlandaskan itu kita bisa menegur, namun
berkaitan dengan kategori menegur ini memang harus secara persuasif,” kata
Ketua Satgas.
Dari
jawaban beliau ini, saya menyinmpulkan bahwasanya satgas ini kurang berani
meindaklanjuti KS apabila si pelaku adalah dosen karena beliau menggunakan kata
“seharusnya”.
Dari
pertanyaan yang masih sama, beliau juga memaparkan bahwa ini sudah menjadi
budaya, jadi sulit untuk dihapuskan atau dihilangkan “Kadang ya namanya guyon
yang namanya budaya nusantara atau sebagainya. Ya ini memang kita harus belajar
semua, enggak mungkin kita itu langsung dapat seperti itu, enggak ada lelucon
enggak ada yang seperti ini enggak mungkin semuanya butuh proses, mahasiswa ya
jangan terlalu tegas juga Mas,”
“Kita
harus persuasif, gunakan ilmu kita, jadi
jangan langsung main tegas-tegasan nanti akan berdampak pada yang lain,
nah ini perlu kita sadari perlu kita kenali juga Bagaimana cara kita
mengingatkan, dan bagaimana cara kita melaporkan,” kata Ketua Satgas.
Dari
jawaban ini ketua satgas PPKS malah menormalisasi adanya tindak pidana
tersebut, Mahasiswa dilarang kritis untuk menyelamatkan nama baik kampus, Pertanyaanya,
“Satgas ini dibentuk hanya untuk mendulang akreditasi kampus atau benar-benar
untuk menyejahterakan mahasiswa dan seluruh civitas akademika agar terbebas
dari Dosa Kekerasan Seksual?”
Baca Juga... Sudahkah Kampus Hijau Kita Terbebas Dari 5 Dosa Besar Pendidikan?
Demi
Nama Baik Kampus?
Saya
sudah beberapa kali mendengar laporan bahwasanya di salah satu progam studi,
ada salah satu oknum dosen yang melontarkan candaan yang mengarah pada
pelecehan, dan disayangkan banyak mahasiswa yang apatis akan hal tersebut, di
akhir tulisan ini saya menegaskan bahwasanya “Tugas Satgas Adalah untuh
mencegah dan menindaklanjuti bukan malah menormalisasi!”.
Jika
satgas yang seharusnya membela korban saja menormalisasi, korban harus melapor
kemana? Harus percaya pada siapa? Bagaimana nasib korban, bagaimana nasib kami?
Terakhir, saya ingin menutup tulisan ini dengan
kalimat yang saya dapat dari fim pendek berjudul ‘Demi nama baik kampus’ yang
dipublikasikan di laman youtube milik Kemendikbudristek, “Sudah saatnya kita
berhenti menutupi kasus. Karena nama baik kampus ditentukan dari caranya
menangani kasus dan membantu korban. Bukan malah menutupi dan menormalisir
kedzaliman!”.
Editor: Reyda Hafis A.
Penulis:
Ahmad Kafy