Persma Bhanu Tirta - Situasi Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar kembali memancing perhatian publik mahasiswa, yang disebabkan oleh undangan Makrab pada Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) yang diedarkan pada Jumat, (06/09/2024) kemarin.
Kampus secara resmi mengundang Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) untuk hadir dalam acara yang akan dilaksanakan pada 14 September mendatang.
Hal ini mengejutkan banyak pihak, dikarenakan BEM dan DPM di UNU Blitar telah dibekukan oleh Rektorat sejak tiga tahun lalu. Fakta tersebut menimbulkan kecaman keras dari mahasiswa yang mempertanyakan konsistensi dengan niatan sebenarnya oleh kampus.
Mahasiswa melihat undangan ini sebagai bentuk 'pengakuan' secara tidak langsung bahwa kampus masih membutuhkan keberadaan BEM dan DPM.
Meskipun demikian, pihak kampus bersikeras untuk tidak mendirikan kembali organisasi mahasiswa ini. Namun di sisi lain, mereka justru mengundang institusi yang sudah dinonaktifkan secara formal.
Hal ini menimbulkan kesan, seolah-olah kampus mengundang “barang gaib,” karena BEM dan DPM secara resmi sudah tidak ada lagi.
Fenomena ini tidak bisa dianggap sepele. BEM dan DPM adalah representasi penting dari aspirasi serta suara mahasiswa dalam lingkup akademik dan administratif kampus.
Dengan hilangnya lembaga eksekutif dan legislatif, mahasiswa kehilangan wadah formal untuk menyuarakan pendapat, terlibat dalam pengambilan keputusan, serta mengontrol kebijakan kampus yang menyangkut kehidupan mahasiswa.
Ironinya dari undangan ini justru memperlihatkan bahwa institusi secara sadar masih mengakui pentingnya peran BEM dan DPM dalam menjaga keseimbangan demokrasi kampus.
Mahasiswa dengan tegas mengecam keputusan kampus yang hingga saat ini tetap tidak berkenan mengaktivasi BEM dan DPM.
Sebagai representasi mahasiswa, lembaga eksekutif dan legislatif memainkan peran penting dalam menjaga transparansi serta partisipasi aktif mahasiswa untuk berbagai kebijakan kampus.
Sehingga tanpa keberadaan mereka, suara mahasiswa menjadi tidak terwakili secara maksimal, hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan besar terkait arah kebijakan universitas dalam melibatkan mahasiswanya.
Penulis : Ahmad Kafiy
Editor : Aris Fadillah